Si kecil yang aku pangku ini namanya Yumna, putri dari salah satu sahabatku yang usianya tak beda jauh dengan anak keduaku رَØِÙ…َÙ‡ُ ٱللَّٰÙ‡ُ. Ya, kami hamil berbarengan dalam 1 circle, saat itu ada 3 orang, jadi usia anak kami juga berdekatan.
Ini pertemuan pertamaku dengannya, karena baru kali itu aku bisa pergi ke rumah orangtuaku dan bertemu dengan mereka, setelah kehilangan. Sebelumnya tidak sempat karena harus bolak-balik rumah sakit untuk pengobatan rutin anakku. Pertemuan ini membuatku sedikit demi sedikit pulih dari duka. Menggendongnya, serasa menggendong anakku sendiri. Wajah sumehnya, (yang sering tersenyum) seolah mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja, aku tak perlu khawatir.
Di masa-masa 'belum menerima' takdir, aku masih sering berandai-andai pada ketetapan Allah, "Mungkin, kalau anakku masih ada, pasti sudah sebesar ini". Jujur, aku juga pernah mengalami fase tidak mau melihat anak kecil seumuran anakku, dan fase setiap lihat anak kecil lalu menangis. Masa-masa ini sangat up and down buatku, rasa kehilangan begitu mendominasi, tapi kemudian harus menyadari bahwa apa-apa yang sudah terjadi tak perlu berlarut-larut dibawa dalam kesedihan.
Menulis juga jadi salah satu treatment ku memulihkan diri dari duka. Sebagian besar yang aku tulis merupakan pengingat pada diri, bahwa apapun yang terjadi sudah kehendakNya. Aku memilih pulih, daripada terus duduk meratapi takdir. Jika tulisanku sendu kembali, bukan berarti aku masih merutuki nasib, tapi hanya sekedar pengingat bahwa tiap kesenangan ada masanya, kesedihan juga punya masanya.
Semoga, tahun ini kita bisa pulih dari duka, pulih dari luka. Aamiin!
Semoga, tahun ini kita bisa pulih dari duka, pulih dari luka. Aamiin!