Antara Aku, Kau, dan DIA (eps.1)
Waktu berjalan lambat,
seakan tak ingin kembali ke peraduannya. Entah, semua hal hari ini terlihat
aneh. Mulai dari pagi tadi sarapanku tertinggal di rumah, ban motorku yang bocor
dan jauh dari tempat tambal ban. Hem, melelahkan. Sampai ketika aku bertemu
dengan seorang yang sangat kukenal, Aji. Dia membantu mendorong motorku hingga
tempat tambal ban terdekat. Ah, senyumnya mengingatkanku tentang 2 tahun kebelakang.
“Tak bisakah untuk tinggal
Ji? Setidaknya menungguku selesai dari semua urusan menyebalkan ini” pintaku memelas.
“Maaf Ran, aku tak bisa. Kita
tak bisa melanjutkan lagi sekarang. Kau sudah tau bukan? Kita tak bisa bersama
saat ini, sekali lagi maafkan aku” jawabnya.
Pelik sekali, selama 2
tahun aku tak bisa lepas dari bayang-bayangnya. Mengingatnya terus-menerus. Di tahun
pertama oh, aku tak ada nafsu untuk hidup. Sampai pada Tuhan mengenalkanku
dengan seorang gadis. Salsabila, gadis itu secantik namanya. Ia mau
mendengarkan keluh kesahku. Seorang yang sederhana, ya amat sederhana dibalik
semua kecantikannya. Karena kurasa cantiknya ia bukan karena pakaian ataupun
make up yang dikenakannya. Namun lahir dari hatinya yang luas.
***
Awal persahabatanku
dengannya bermula dari sebuah surat yang menyasar di mejaku, surat untuk Salsa
dari seseorang. Kutanyakan pada rekan kerjaku Salsa adalah pegawai di lantai 5,
tepat 1 lantai diatas ruanganku. Segera beranjak ke lantai atas untuk
mengantarkan surat itu.
“Maaf, dengan Salsa?”
tanyaku.
“Ya, saya. Ada apa mbak
Rani?” jawabnya dengan senyum.
Eh, kok dia tahu namaku?
“Eh, ini ada surat entah
dari siapa menyasar ke mejaku tadi, untung hanya beda satu lantai aku bisa
mengantarkannya, coba kalau 10 atau 15 lantai bisa patah kakiku, sedangkan lift
lagi error” candaku.
“Mbak ini ada-ada saja,
haha, gedung ini kan hanya 5 lantai”
“Eh, iya ya, hehe”
Dari situlah persahabatan
kami terjalin, mengalir saja, hingga darinya aku bisa mengenal untuk apa tujuan
hidupku yang bahkan tak pernah ku tahu. Mungkin darinya aku akan belajar
tentang ikhlas. Ya, ikhlas.
Bersambung…
0 komentar