Kupu-kupu Oranye
google.com |
Berlari mengejar seekor kupu-kupu berwarna jingga. Warna favoritku, ia menari-nari di antara rimbunnya bunga dekat taman aku berdiri. Ke sana ke mari, berputar-putar mengelilingi tempat yang sama berkali-kali. Ups, keringat mengucur di dahi, diseka ujung jilbab yang menggantung menutupi sebagian tubuhku. Lelah.
Kupu-kupu itu tiba-tiba mendekat.
“Kamu sudah lelah?” tanyanya.
Aku tersentak, bagaimana bisa seekor kupu-kupu berbicara pada manusia? Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, ia melanjutkan kalimatnya.
“Padahal akan aku tunjukkan sesuatu yang bagus padamu, ayo ikuti aku!” ucap kupu-kupu jingga.
Tanpa ba-bi-bu, kami sudah beriringan. Dalam jarak yang amat dekat dari yang selama ini kukejar. Kepak sayapnya sangat indah, mendadak ia berbelok ke kanan. Menuju sebuah tempat yang ramai oleh kerumunan manusia. Mereka berpakaian rapi, tua-muda, perlente-sederhana, semua memancarkan kebahagiaan di wajahnya.
“Kamu mengajakku ke mana?” tanyaku.
Kupu-kupu itu hanya tersenyum. Tidak menjawab.
Aku menerobos kumpulan manusia itu perlahan. Apa yang sedang mereka lihat? Mengapa semua begitu bahagia?
Kupu-kupu menunjukkan sebuah kursi, dipersilahkannya aku duduk sambil mengamati.
“Kamu lihat dua orang yang bersisian di sana?” tanyanya.
Mataku mencari arah yang ditunjukkan dengan antena di kepalanya.
“Dua manusia yang pakaiannya berbeda dari yang lainnya?” tanyaku memastikan.
“Iya, kedua orang itu. Kamu tahu siapa mereka?”
Aku menggeleng.
“Mereka itu adalah manusia yang paling bahagia saat ini. Sekeliling mereka juga bahagia sebab dua manusia yang di sana. Kamu tahu mengapa?”
“Tidak, lalu kenapa?”
“Sebab sejak hari ini, ada janji yang begitu menguat. Tidak hanya manusia, namun disaksikan oleh langit serta penduduknya. Ada perjanjian antara Dzat Maha Kuasa dengan dua insan yang sudah dipertemukan setelah perjalanan panjang keduanya.”
“Hemmm, lantas?”
“Perjanjian yang begitu dahsyatnya, sebaiknya harus dilalui proses yang baik lagi suci. Sebab, perjanjian ini bukan main-main.”
Aku mengangguk paham.
“Nama perjanjian ini adalah, perni”
…
“Mbak, mbak! Bangun mbak jangan tidur di sini”
Mengapa suara kupu-kupu itu menjadi berat dan serak. Kucoba membuka mata, dan ternyataaaaa aku tertidur karena lelah mengejar kupu-kupu tadi. Dan orang yang membangunkanku, lelaki berkaus jingga.
Argh, memalukan!
Tapi, coba apa yang kupu-kupu sampaikan tadi? Aku lupa.
“Mbaknya, sakit?” tanya lelaki itu.
Aku menggeleng, tiba-tiba senyumnya mengembang.
“Sumpah, gue bisa kabur aja gak nih!” gerutuku dalam hati.
“Kamu sudah lelah?” tanyanya.
Aku tersentak, bagaimana bisa seekor kupu-kupu berbicara pada manusia? Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, ia melanjutkan kalimatnya.
“Padahal akan aku tunjukkan sesuatu yang bagus padamu, ayo ikuti aku!” ucap kupu-kupu jingga.
Tanpa ba-bi-bu, kami sudah beriringan. Dalam jarak yang amat dekat dari yang selama ini kukejar. Kepak sayapnya sangat indah, mendadak ia berbelok ke kanan. Menuju sebuah tempat yang ramai oleh kerumunan manusia. Mereka berpakaian rapi, tua-muda, perlente-sederhana, semua memancarkan kebahagiaan di wajahnya.
“Kamu mengajakku ke mana?” tanyaku.
Kupu-kupu itu hanya tersenyum. Tidak menjawab.
Aku menerobos kumpulan manusia itu perlahan. Apa yang sedang mereka lihat? Mengapa semua begitu bahagia?
Kupu-kupu menunjukkan sebuah kursi, dipersilahkannya aku duduk sambil mengamati.
“Kamu lihat dua orang yang bersisian di sana?” tanyanya.
Mataku mencari arah yang ditunjukkan dengan antena di kepalanya.
“Dua manusia yang pakaiannya berbeda dari yang lainnya?” tanyaku memastikan.
“Iya, kedua orang itu. Kamu tahu siapa mereka?”
Aku menggeleng.
“Mereka itu adalah manusia yang paling bahagia saat ini. Sekeliling mereka juga bahagia sebab dua manusia yang di sana. Kamu tahu mengapa?”
“Tidak, lalu kenapa?”
“Sebab sejak hari ini, ada janji yang begitu menguat. Tidak hanya manusia, namun disaksikan oleh langit serta penduduknya. Ada perjanjian antara Dzat Maha Kuasa dengan dua insan yang sudah dipertemukan setelah perjalanan panjang keduanya.”
“Hemmm, lantas?”
“Perjanjian yang begitu dahsyatnya, sebaiknya harus dilalui proses yang baik lagi suci. Sebab, perjanjian ini bukan main-main.”
Aku mengangguk paham.
“Nama perjanjian ini adalah, perni”
…
“Mbak, mbak! Bangun mbak jangan tidur di sini”
Mengapa suara kupu-kupu itu menjadi berat dan serak. Kucoba membuka mata, dan ternyataaaaa aku tertidur karena lelah mengejar kupu-kupu tadi. Dan orang yang membangunkanku, lelaki berkaus jingga.
Argh, memalukan!
Tapi, coba apa yang kupu-kupu sampaikan tadi? Aku lupa.
“Mbaknya, sakit?” tanya lelaki itu.
Aku menggeleng, tiba-tiba senyumnya mengembang.
“Sumpah, gue bisa kabur aja gak nih!” gerutuku dalam hati.
Cerpen | ©yulinsar
0 komentar