Sekar
Namanya
Sekar, perempuan manis yang duduk dua meja dari tempatku bekerja setiap
hari. Dua bulan lalu, aku bekerja di perusahaan ini menjadi staf baru,
rekan kerjanya, satu tim. Di pertemuan pertama, tidak ada kesan yang
begitu mendalam. Rekan-rekan satu timku juga selalu menyapa dengan
hangat, termasuk Sekar. Sekedar salam di pagi hari, atau mengajak makan
bersama setelah tiba waktu istirahat siang.
Selisih
dua meja, tepat berhadap-hadapan membuatku mau tak mau melihatnya
dengan sedikit lebih jelas. Kerudung motif bunga lili panjang, mengulur
menutup dada. Blouse biru kesukaannya berpadu dengan celana panjang
putih tulang yang longgar. Sesekali ia memadukan dengan rok, atau gamis
dilengkapi rompi panjang. Aku lebih suka seperti itu, lebih anggun.
Pernah sekali, dia mengirim chat padaku. Tiba-tiba dadaku berdesir, ah kok tumben Si Kalem ini chat aku.
"Maaf mas, tadi siang Pak *** titip pesan. Katanya beliau butuh file -bla bla bla-"
Yah. Urusan pekerjaan ternyata.
Sekar,
tidak begitu cantik. Tapi manis. Aku mengagumi kesantunannya, meski
pada akhirnya aku tahu, ia tak sesantun itu. Hehe. Karena kita satu
ruangan, 8 jam bersama mau tak mau sifat-sifat yang tersembunyi
terbongkar. Senyumnya, duh. Aku kehilangan diksi bagaimana
mendeskripsikannya.
Darinya,
aku tahu ternyata hubungan antara laki-laki dan perempuan itu ada
batasan. Yah, meski aku juga gak pernah melewati batas itu sih. Salaman?
Dari pertemuan pertama pun, aku tak pernah melihat ia menyentuh yang
bukan mahram. Wajahnya selalu basah teduh air wudhu, beberapa jam
sekali. Setiap hari, dua bulan tak henti. Sekarang aku tahu, sumber
manis wajahnya itu darimana.
Dua
bulan pengintaian, dari balik meja kerja aku berikrar. Dialah perempuan
yang kelak akan kujadikan teman dalam perjalanan menghadapi kehidupan
ke depannya.
Tepatnya,
dua minggu lalu. Kunyatakan ikrarku pada ayahandanya, tuk bersedia
mengizinkanku menemani tahap kehidupan anaknya di masa depan, dunia dan
akhirat. Ikrar, akad, yang menggetarkan ArsyNya.
Kini,
tepat di sebelahku. Bukan di seberang selisih dua meja kerjaku. Aku tak
lagi mencuri-curi waktu untuk memandangi wajah manisnya.
From: Djuna
Dikarang oleh @yulinsar
Sore hari, menjelang malam.
Di tengah riuhnya perasaan.
7 September 2017
Mohon maaf bila ada kesamaan nama tokoh, latar, tempat, kejadian, dan jalan cerita. Ini sekedar imajinasi penulis yang masihjombloehliareh bersolo karir. Kalau masih banyak kesamaan di antara kita, mungkin kitajodoheh cocok. Selamat membaca karya sederhana ini. Aku menunggu komen dan saran dari kalian, silahkan tinggalkan komen ya. Terima kasih! :)
0 komentar