Temaram

by - April 04, 2019


Di balik awan malam ini, sinar bulan tampak malu-malu. Mengintip dari kejauhan. Sepasang manusia yang menatapnya dari bawah sana. Seolah bercerita, tentang rasa yang selama ini menggelayut. Membuat tak enak makan. Tidur pun rasanya enggan.

Tepat malam ini, keduanya membuka jendela. Jendela hatinya lebar-lebar. Agar tepat, rasa yang terhubung antaranya. Agar ragu tak lagi hinggap. Agar gundah tak lagi menyesap. Mereka yakin, bahwa segala keyakinannya, haruslah digantungkan semata-mata Lillah.

Dari dua sisi sajadah. Mereka bersujud, memeluk bumi. Menurunkan segala bentuk ego yang kerap hadir. Sebagai salah satu ciri seorang insan. Meninggalkannya di sumur terdalam, hingga segalanya luruh terurai sesal. Kini tumbuhlah dalam dada mereka rasa percaya. Bahwa apa yang Ia skenario-kan adalah yang terbaik.

Di atas langit, bulan mencuri dengar. Apa yang mereka gumamkan, dari dua sisi bumi yang berjauhan. Bulan tersenyum. Tubuhnya sedikit berbinar. Seolah mengerti, kali ini mereka terhubung dalam satu garis takdir yang sama. Tinggal garis waktu yang akan menjawab segala tanya dalam hati keduanya.

Bulan kemudian meredup, coba ikut mengaminkan. Fajar telah datang. Tanda ia harus berganti dengan mentari dan menyampaikan pesan padanya, bahwa sepasang manusia di sana harus segera bergegas. Agar tak sedikitpun merasa kehilangan, atas apa-apa yang belum menjadi miliknya.

"Bersemangatlah, temanku akan menemanimu hari ini" bisik bulan kepada manusia.

Suaranya terlalu sayup, bersahutan dengan adzan subuh pagi ini.

You May Also Like

0 komentar